Sunday, July 09, 2006

Puisi : Menghilang & Air Hujan Yang Bersayap


Menghilang

Diantara riuhnya suara dedaunan di hutan
sayup-sayup kutangkap nada-nada suaramu di masa lalu
kupetiki satu per satu lalu kumasukkan ke dalam keranjang
Namun tak satupun yang berhasil kusimpan
semuanya menghilang ketika kubuka keranjangku di rumah
Dan saat aku kembali ke hutan
tak kudengar lagi riuh suara dedaunan
hanya kesunyian hutan yang begitu mencekam.

Alex Kuple, Jakarta, 11 Oktober 1996.






Air Hujan yang Bersayap

Pernahkah kau mendengar kisah tentang air hujan yang bersayap?
Ia telah hinggap di semua puncak gunung-gunung tinggi di dunia
Bahkan ia sampai juga di dasar palung yang paling dalam,
dan sesudah itu dengan sukacita berenang-renang menyusuri ombak di permukaan laut
Pada pagi hari ia jatuh di atas daun-daun sebagai embun,
di malam harinya melebur dalam kelembaban dan tanpa kita sadari masuk ke dalam
ruangan hati kita
Kadang ia menunggu lama di gumpalan-gumpalan awan,
untuk kemudian berhamburan ke bumi memberikan kesegaran dan kesuburan

Saat ia marah, terjangannya mampu melumatkan seisi kota dan menjadikannya kubangan raksasa
Namun di saat lain ketenangannya mampu memberi kedamaian kecipak air tenteram di telaga,
tempat sepasang kekasih memadu janji di atas perahu
Ia bisa sangat menakutkan sebagai gunung es yang mencair dan runtuh meluluhlantakkan apa yang ada di bawahnya
Ia bisa juga menyenangkan sebagai gerimis di musim kemarau
Ia bisa meninggikan dirinya sebagai ombak setinggi gunung,
namun bisa juga merendahkan diri dalam kelembutan titik-titik air mata kesedihan dan kebahagiaan

air hujan yang bersayap ada dimana-mana sekaligus juga tidak berada di mana-mana
Kita akan menemukannya di sungai, danau, lautan, sawah, selokan-selokan, air terjun, bahkan dalam teh hangat yang kita hirup di pagi dan sore hari
Ada waktunya kita sangat merindukannya karena dia tak bisa kita temukan di mana-mana
Sayapnya akan mengantarnya ke tempat-tempat yang membutuhkannya:
memberi kesegaran setetes air pada pengembara,
tempat berenang untuk ikan-ikan,
membasahi tanah yang meranggas kekeringan,
membersihkan debu-debu yang melekat di atap-atap rumah,
juga debu-debu masa lalu yang menumpuk dalam kedalaman jiwa

Kesetiaannya bukan pada ruang, waktu dan bentuk
Kesetiaannya adalah pada kehidupan.

Alex Kuple, Jakarta-Yogya, 22 Agustus 1998.

1 comment:

Anonymous said...

Like Thiss ..