Sunday, January 28, 2007

Daily Life : Tipologi Kepribadian Pengemudi Angkutan Umum di Jakarta

Eits, jangan salah tebak dulu, ini bukan judul skripsi saya waktu kuliah dulu. Sekedar untuk berbagi ilmu psikologi dengan mengamati tingkah laku para supir angkutan umum seperti bis, metromini dan angkot atau mikrolet. Tujuannya bukan untuk menjelek-jelekkan, namun hanya untuk memaparkan kondisi riil yang terjadi sehari-hari yang saya alami saat menggunakan angkutan umum di Jakarta. Selain itu juga supaya ada sedikit ilmu psikologi yang saya pelajari bisa saya pakai setelah lama berkutat dengan musik dan musik untuk mencari nafkah.
Berdasarkan pengamatan saya, tipe kepribadian para supir angkutan umum bisa dikategorikan sebagai berikut ini:
  1. Tipe Kepribadian Pembalap Formula One. Hal ini umum terjadi saat setoran belum mencukupi dan di depan ada angkutan umum lain dengan tipe dan trayek yang sama. Wuih, asyik juga berada di dalam angkutan umum seperti itu, seakan berada di mobil Ferrari atau Renault F-1 tapi dengan penumpang banyak. Yang dipikirkan oleh para supir itu cuma duit-duit-duit setoran. Nyawa penumpang? Itu mah urutan keseratus atau malah nggak masuk hitungan. Bayangkan di tengah kemacetan Jakarta yang amit-amit itu mereka bisa selonong kiri kanan jalur seenaknya dengan kecepatan tinggi. Pernah nonton film Speed? Nah, seperti itulah kejadian sebenarnya. Jantung dag-dig-dug? Berdoa sajalah supaya selamat.
  2. Tipe Kepribadian Keong. Tipe ini kebalikan dari tipe pertama walaupun subyeknya bisa sama, dan sering terjadi pergantian tipe kepribadian dalam satu waktu (apa mereka Schizophrenia ya?). Pola tingkah laku seperti keong atau siput biasanya terjadi saat keadaan cukup aman, tidak ada saingan angkutan umum lain dengan tipe dan trayek yang sama, menunggu penumpang yang keluar dari gang-gang, dan keadaan setoran cukup aman atau malah belum aman. Coba amati angkutan umum yang akan memasuki terminal, pasti jalannya seperti keong, dengan harapan di terminal akan memumpuk banyak penumpang untuk mereka. Aspirasi penumpang? Bukan urusan mereka. Kadang senewen juga jika kita ingin mengejar waktu namun apa daya tangan tak sampai.
  3. Tipe Kepribadian Improvisasi. Ini sering terjadi jika mereka melihat jalur trayek yang seharusnya tidak terlalu menguntungkan. Jadinya mereka memutuskan untuk memotong jalur atau malah berputar-putar supaya mendapatkan penumpang yang banyak. Improvisasi juga mereka lakukan dengan men-transfer penumpang ke angkutan umum lain jika mereka menganggap meneruskan trayek tidak terlalu menguntungkan lagi. Jadi mereka memindahkan semua penumpang ke angkutan umum lain dan mereka memutar berbalik arah lagi. Ternyata mereka sudah menerapkan kecanggihan teknologi transfer ya, bukan hanya uang atau data saja yang bisa ditransfer. Mereka juga tampaknya mencintai musik Jazz karena suka dengan improvisasi, walaupun umumnya musik yang mereka setel di perjalanan adalah dangdut. Atau mungkin dangdut lebih canggih improvisasinya ya? Ah, ngelantur.
  4. Tipe Kepribadian Autis. Mereka tidak terlalu peduli dengan keselamatan penumpang yang ingin naik atau turun. Sepertinya mereka lupa dengan fungsi rem, tetap saja kecepatan tinggi waktu menaikkan atau menurunkan penumpang. Yang ada di kepala mereka cuma pikiran mereka sendiri bagaimana dapat penumpang banyak. Yah seperti orang autis saja-lah. Biasanya terjadi kalau di depan atau belakang mereka ada saingan angkutan umum lain, sehingga melambatkan laju kendaraan saat penumpang naik atau turun bisa menghambat kecepatan kendaraan. Tipe Autis juga terjadi saat ada perampokan atau penodongan terhadap penumpang, seperti pernah saya alami beberapa tahun lalu. Seakan mereka tidak peduli dengan keamanan penumpang yang dijadikan target kejahatan, mereka hanya berani mengintip dari spion tapi tidak melakukan apa-apa. Mungkin memang mereka kan bukan pahlawan ya? Dalam hati mereka cuma "Kacian deh lu..."
Apa yang dapat disimpulkan dari tipologi kepribadian di atas? Jakarta memang bukan kota yang ideal untuk bepergian dengan angkutan umum, namun hal ini menjadi keharusan, mau tak mau kalau nggak ada mobil atau motor ya naik apa lagi. Setiap pagi kita akan terbangun dan memikirkan wah nanti supir angkutan umum kita yang seperti apa ya? Itu warna-warni kehidupan, yang kalau kita pikirkan terlalu serius nanti kita bisa jadi stress nggak mau pergi kemana-mana. Ada teman-teman yang mau menambahkan tipe lain dari pengalamannya? Silahkan. Sekian dulu dari saya, terima kasih mau membaca. (Alex Kuple, 29 Januari 2007).

Daily Life : Jakarta Surga Pemusik

Setelah krisis moneter dan kerusuhan 1998, di Jakarta sepertinya merebak fenomena baru yaitu munculnya pemusik-pemusik jalanan atau pengamen di mana-mana. Sebelumnya biasanya kita berjumpa dengan hanya satu atau dua pemusik jalanan di bis yang kita naiki dalam perjalanan. Sekarang coba kita perhatikan, selama perjalanan dalam bis yang sama bisa bergantian sekitar empat sampai tujuh pemusik jalanan. Bisa dikatakan itu adalah tuntutan hidup. Beberapa terpaksa menjadi pengamen karena di-PHK dari kantornya dulu, ada juga yang memang karena tidak diterima bekerja di mana-mana terpaksa menjadi pengamen, selain itu beberapa pengamen muda mencoba mencari peruntungan dengan menjadi pengamen siapa tahu bakat musik mereka semakin terasah di jalanan. Saya temui juga pelajar atau mahasiswa yang terpaksa mengamen untuk menyambung biaya sekolah atau kuliah mereka.
Dengan mengesampingkan latar belakang pengamen, terkadang mereka asyik juga kita nikmati dengan suguhan musik yang bagus karena mereka berbakat, namun ada juga yang sangat mengganggu ketenangan karena suaranya fals, gitarnya juga fals, atau bahkan menyanyi sekedarnya saja sambil bertepuk tangan dengan tempo dan ritmis yang tidak karuan. Yang menjadi menyebalkan juga adalah apabila beberapa pengamen yang naik atau turun lagunya sama itu-itu saja. Wuih, kepala sepertinya mau pecah! Apa daya kita? Mau marah-marah menyuruh diam dikira kita jagoan atau malah orang gila. Untung sekarang ada teknologi MP3 player atau yang lebih lawas walkman kaset, kencangkan saja volumenya tapi hati-hati jangan terlalu lama, bisa merusak telinga juga.
Tulisan ini bukan bermaksud menyudutkan pemusik jalanan, namun ada baiknya meningkatkan kualitas musik supaya yang mendengarkan juga bisa menikmati. Beberapa pemusik jalanan cukup berkualitas seperti pernah saya temui dua orang dengan biola dan gitar, aduh mak asiknya menikmati musik mereka, atau pemain gitar dan penyanyi yang suaranya bagus. Kalau begitu kan kita tidak akan ragu-ragu untuk menjulurkan seribu bahkan lima ribu perak ke kantung yang mereka sodorkan. Sekian dulu dari saya, selamat menikmati musik jalanan. (Alex Kuple, 29 Januari 2006).

Wednesday, January 17, 2007

Show Baim Mataram 16 & 17 Desember 2006

Show ini terselenggara berkat kerjasama dengan mas Hock dan mbak Dewi, mereka suami isteri yang tinggal di Mataram yang gua kenal dulu sekitar 3-4 tahun yang lalu waktu gua main ama Nugie di Mataram. Ada 2 jadwal show, tanggal 16 Desember di Cafe Marina di Pantai Senggigi Lombok dan tanggal 17 Desember di Taliwang Sumbawa Barat bertempat di sebuah lapangan. Show di Marina Cafe berlangsung cukup sukses meski jumlah penonton tidak terlalu banyak, mungkin karena tiketnya lumayan mahal ya, dan penonton Cafe biasanya jaim-jaim. Tapi respon penonton Lombok terhadap lagu-lagunya Baim cukup bagus.

Keesokan pagi kami berangkat menuju Taliwang menggunakan mobil dilanjutkan dengan kapal feri menyeberang ke Sumbawa.









Begitu indahnya ternyata pemandangan laut di daerah Lombok-Sumbawa. Sepanjang perjalanan di darat dari pelabuhan ke Taliwang gua baru bisa merasakan betapa jauh Jakarta dengan segala hiruk pikuk pembangungan, karena sepanjang jalan hanya pepohonan, sawah, dan beberapa ekor kerbau atau sapi. Sampai di Taliwang sekitar pukul 2 siang dan terpaksa tidak bisa langsung checksound karena hujan deras. Show bertempat di lapangan, meskipun habis diguyur hujan, penonton memenuhi seluruh area lapangan yang becek. Sangat antusias mereka menyambut Baim, beberapa lagu mereka turut bernyanyi dan berlompatan (emangnya kodok...?). Walaupun Baim cuma tampil bertiga (Baim Trio: Baim-Vokal&Gitar, Alex Kuple-Bass, dan Acha-Drum), ternyata cukup memuaskan masyarakat Taliwang yang haus hiburan.Terimakasih buat mas Hock dan mbak Dewi atas persahabatannya.